Keamanan Internet Merupakan Tanggung Jawab Kita Bersama

Akhir-akhir ini kita banyak mendengar masalah keamanan yang berhubungan dengan dunia Internet di Indonesia. Beberapa orang telah ditangkap karena menggunakan kartu kredit curian untuk membeli barang melalui Internet. Akibat dari berbagai kegiatan ini diduga kartu kredit dari Indonesia sulit digunakan di Internet (atau malah di toko biasa di luar negeri). Demikian pula pembeli dari Indonesia akan dicurigai dan tidak dipercaya oleh penjual yang ada di Internet. Tidakkah kita malu sebagai bangsa Indonesia? Sudah tidak dipercaya di dunia nyata, sekarang juga tidak dipercaya di dunia virtual.

Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menyadarkan kita bersama bahwa masalah keamanan Internet (cyberspace) merupakan tanggung jawab kita bersama.

Dunia Internet (Virtual Cyberspace)

Dunia Internet merupakan sebuah tempat dimana kita “hidup” secara maya (virtual, digital). Di dunia ini kita dapat melakukan beberapa kegiatan yang mirip dengan kegiatan di dunia nyata (real space). Kita dapat melakukan perniagaan (commerce) atau sekedar untuk sosialisasi kongkow-kongkow.

Dunia maya ini juga memiliki aturan yang kita definisikan bersama. Aturan ini ada yang sama dan ada yang berbeda dengan aturan yang ada di dunia nyata dikarenakan hukum-hukum fisika tidak berlaku di dunia ini. Dua orang yang secara fisik berada di tempat yang jaraknya ribuan kilometer dapat berada di ruang virtual yang sama. Aturan yang sama antara lain sopan santun dan etika berbicara (menulis), meskipun kadang-kadang disertai dengan implementasi yang berbeda. Misalnya ketika kita menuliskan email dengan huruf besar semua, maka ini menandakan kita sedang marah. Sama ketika kita berbicara dengan berteriak-teriak, maka kita dianggap sedang marah. (Padahal mungkin saja karakter kita memang begitu.) Semua ini memiliki aturan yang didefinisikan bersama.

Pengguna Internet Indonesia saat ini diperkirakan baru mencapai 1,5 juta orang. Mereka inilah “penduduk” atau Netizen Indonesia. Jumlah ini masih sedikit dibandingkan dengan jumlah pengguna Internet di negara lain yang jumlah penduduknya juga banyak. Namun jumlah yang sedikit ini memiliki keuntungan dimana kita dapat mulai menata aturan dunia cyber Indonesia ini dengan baik. Tidak ada alasan bahwa penataan tidak dapat dilakukan karena jumlah penduduknya sudah banyak, seperti yang kita alami di dunia nyata di Indonesia. (Banyak yang mengatakan bahwa Singapura lebih mudah ditata karena jumlah penduduknya lebih sedikit.)

Aturan Keamanan Dunia Virtual

Salah satu aturan yang harus didefinisikan besama adalah aturan dalam hal keamanan. Dalam hidup kita sehari-hari masalah keamanan juga memiliki aturan. Misalnya, jika seseorang ingin bertamu maka dia akan mengetuk pintu rumah kita dahulu sebelum dia langsung masuk ke ruang tamu. Jika dia tidak melakukan hal ini, maka dia bisa dianggap sebagai maling dan dapat ditangkap. Demikian pula orang yang mencoba membuka pintu atau jendela rumah kita dapat langsung dicurigai sebagai maling, meskipun dia belum melakukan pencurian. Di Internet hal yang serupa bisa terjadi. Orang yang melakukan (port) scanning untuk melihat servis apa saja yang dijalankan di komputer (server) kita dapat dianggap sebagai tidak ramah dan mencoba menjebol server kita. (Detail dari teknis port scanning ini dapat dilihat dari referensi [1] di bagian “Bahan Bacaan”.)

Adanya aturan keamanan membuat kita hidup lebih tenang. Bayangkan jika rumah anda berada di sarang penyamun dan setiap hari ada saja yang dicuri. Atau anda tinggal dimana sering terjadi demonstrasi dan kerusuhan. Tentunya hidup anda menjadi tidak nyaman karena anda selalu memikirkan keamanan anda. Hal yang sama berlaku juga di dunia virtual. Jika server anda berada di dunia yang selalu diganggu (di-crack, dijebol) maka anda tidak akan dapat tidur nyenyak dan tetap memikirkan keamanan server anda.

Aturan di dunia virtual (Internet) dapat dibuat. Hal ini berbeda dengan beberapa pendapat bahwa Internet tidak dapat diatur. Lawrence Lessig dalam bukunya [2] mengulas masalah pengaturan ini dengan lebih detail. Pada intinya dia mengatakan bahwa pengaturan dapat dilakukan dengan mendisain arsitektur code yang dapat diatur.

Banyak orang berpendapat bahwa pengaturan di dunia virtual ini harus melalui cyberlaw. Tanpa ada cyberlaw maka pengaturan tidak mungkin dilakukan. Hal ini hanya benar sebagian, karena dalam kehidupan sehari-hari pun banyak hal yang kita jalankan tanpa harus mengacu kepada hukum tertulis. Meskipun demikian usaha untuk membuat cyberlaw di Indonesia sudah ada.

Peran Netizen Dalam Pengamanan

Sebagai penduduk di sebuah wilayah, kita harus ikut menjaga keamanan. Di dunia nyata ada kegiatan “siskamling” yang dilakukan oleh penduduk setempat. Demikian pula di dunia virtual kita dapat bersama-sama saling menjaga. Jika ada hal-hal yang mencurigakan, kita periksa bersama-sama. Jika ada orang yang berbuat kejahatan, mari kita tangkap. Jangan malah dikagumi. Pada saat ini seseorang yang dapat menjebol server malah dikagumi. Ini salah. Apakah anda mengagumi maling yang masuk ke rumah tentangga anda? Tentunya tidak.

Keamanan tentunya tidak terjadi demikan saja tanpa adanya usaha. Dalam kehidupan sehari-hari kita menggunakan kunci, slot, gembok, dan pengaman lain untuk pintu dan jendela rumah. Demikian pula di dunia virtual kita dapat menggunakan teknologi kriptografi untuk mengamankan sistem kita. (Teknik-teknik pengamanan ini dapat dibaca pada referensi [3].) Namun pengamanan secara teknis ini sifatnya hanya mempersulit orang yang jahat. Kunci dapat dirusak, enkripsi dapat dipecahkan.

Pengamanan secara teknis harus disertai dengan social pressure. Adanya banyak orang yang mengawasi membuat seseorang mengurungkan diri untuk melakukan kejahatan. Pendidikan etika dan moral nampaknya harus kita aktifkan kembali, khususnya untuk dunia cyberspace.

About the author:

Budi Rahardjo, Staf pengajar Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB, peneliti di Pusat Mikroelektronika ITB, founder dari beberapa startup companies (INDOCISC), anggota Tim Rancngan Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (2005). E-mail : br@paume.itb.ac.id